Siang itu
terasa begitu terik, selepas sholat jumat memang paling nikmat minum yang dingin-dingin,
air dingin yang membasahi tenggorokan yang kering selalu terasa menyenangkan,
aku jadi teringat doa baginda nabi,
‘Ya Allah,
jadikanlah rasa cintaku kepada-Mu melebihi rasa cintaku kepada harta, keluarga,
dan air yang dingin’.
Beliau sampai
menyebut air yang dingin di dalam doanya. Wajar saja, air yang dingin memang
sangat dicintai oleh siapa saja yang sedang kehausan di siang yang terik. Setelah
bersalam-salaman dengan beberapa jamaah di masjid aku langsung bergegas pulang,
saat bersalaman, tak lupa aku menyalami imam muda yang menjadi imam dan khatib
sholat jumat siang itu, tangannya dingin dan bibirnya membuat simpul senyum
yang seolah dipaksakan. Bukan tanpa alasan, tadi di rakaat pertama ia melakukan
sedikit kesalahan, ia lupa ayat keempat surah Al Kahfi yang ia baca dengan
qira’ah sab’ah Imam 'Ashim riwayat Imam Hafsh, sampai akhirnya beberapa jamaah bersahut-sahutan menyambung
bacaan imam muda tersebut, hampir tiga kali ia mengulang bacaannya, sampai
akhirnya ia mampu menyelesaikan 7 ayat pertama Al Kahfi pada rakaat pertama.
Hal yang
menarik buatku adalah rata-rata para jamaah yang ternyata hafal surah yang
mengisahkan sekelompok orang saleh yang ditidurkan di dalam gua selama 309
tahun itu, mereka sampai bersahut-sahutan menyambung bacaan sang imam muda
sampai sang imam tersebut ingat kembali dan mampu menyelesaikan bacaannya, Masya Allah. Inilah keindahan Islam, di mana umatnya saling mengingatkan, menguatkan,
dan menolong satu sama lain, seorang imam juga manusia biasa yang tak luput
dari khilaf.
***
Saat aku
berada di masjid, majelis ilmu, dan membaca tafsiran Al Quran para mufassir,
aku menemukan keindahan Islam yang begitu luas. Tapi ketika aku keluar, aku
menemukan realita kaum muslimin yang terpecah belah, mudah terprovokasi, dan
sulit memaafkan.
Ironisnya,
orang-orang yang dianggap pemuka agama lah yang gemar melakukan provokasi, umat
menjadi bingung, dan yang tak memiliki landasan ilmu malah mudah terprovokasi
dan cenderung ikut-ikutan agar tidak dicap munafik, Astaghfirullah. Agama
dijadikan alat politik, sulit memaafkan kesalahan orang lain, negara dengan
mayoritas muslim tapi kurang mencerminkan Islam, pada akhirnya keindahan Islam
di dalam Al Quran tertutupi oleh perilaku buruk umat muslim yang kurang
mencerminkan Islam.
Aku jadi
teringat kisah Syaikh Muhammad Abduh dengan para muridnya yang berasal dari Paris. Di Paris, Syaikh Muhammad Abduh menjelaskan segala keluhuran dan
kemuliaan ajaran agama Islam. Di tangannya, tidak sedikit orang-orang Perancis
yang masuk Islam. Mereka masuk Islam karena takjub dengan keindahan dan
keluhuran ajaran agama Islam. Setelah ditinggal sang guru kembali ke Mesir,
para murid yang rindu nekat melakukan perjalanan panjang dari Paris ke Cairo
hanya untuk bertemu sang guru dan bertemu saudara seiman.
Mereka berpikir
kota Cairo adalah kota yang indah dan ideal melebihi Paris karena semuanya pasti
mengamalkan isi Al Quran dan Al Hadits. Tapi sesampainya di Cairo, mereka
menemukan seorang pria yang membuang hajat sambil berdiri menghadap tembok di dekat masjid Al Azhar padahal mereka yakin orang Mesir hafal hadits “Ath
thahuru syatrul iman” kebersihan adalah sebagian dari iman, lalu mereka menemukan banyak
pengemis yang meminta-minta padahal Rasulullah melarang umatnya untuk
meminta-minta, dan masih banyak orang fakir miskin seolah sistem zakat tak
diberlakukan.
Sedangkan di
kota Paris yang jauh dari ajaran Islam, kotanya lebih bersih dan lebih teratur
daripada Cairo saat itu. Para murid pun protes atas realita yang mereka lihat, sang guru
bersedih dan tak bisa berkata-kata, hingga melahirkan sebuah kalimat yang kemudian
sangat terkenal di seantero dunia Islam, “Al Islamu Mahjubun bil Muslimin”,
yang artinya Islam tertutup oleh umat Islam. Cahaya keindahan Islam tertutupi
oleh perilaku buruk umat Islam. Dan perilaku-perilaku itu sama sekali tidak
mencerminkan ajaran Islam.
Kalimat
Syaikh Muhammad Abduh itu masih sangat relevan sampai sekarang, akibatnya
banyak non-muslim yang antipati terhadap Islam, karena menjadikan perilaku umat
muslim yang kurang Islami sebagai cara pandang mereka melihat Islam. Alangkah
baiknya jika kita bisa mengamalkan isi Al Quran dan Al Hadits di kehidupan
kita, agar kita bisa memancarkan cahaya Islam bagi para tetangga, teman-teman,
dan keluarga. Jika tak mampu, minimal kita tak menjadi orang yang menghalangi
cahaya Islam tersebut.
Betapa
banyak manusia masuk Islam karena menemukan keindahan cahaya Islam itu langsung
lewat Al Quran, lewat hadits, atau apa yang ditulis para ulama yang ikhlas.
Dan mereka lalu bersyukur bahwa mereka telah lebih dahulu mengetahui Islam,
mengenal Islam dan mengimani Islam sebelum berjumpa dengan umat Islam di dunia
Islam. Sebab terkadang, ada umat Islam yang perilakunya jauh dari Islam dan
bisa menjadi penghalang orang bersimpati kepada Islam. Semoga kita dijauhkan dari
perilaku yang seperti itu. Doaku dalam hati. (El Shirazy ; 321)
***
0 komentar