Well, senin malem kemaren sepulang kerja tanpa planing apa-apa gue langsung cabut ke bioskop buat nonton film Joker sendirian, iya sendirian. nonton tanpa temen ngobrol, tanpa mikirin berapa seat yang available, tanpa ekspetasi apa-apa, dan tanpa nungguin siapa-siapa. ternyata asik juga.
Gue beli tiket pas filmnya udah mau mulai, yang artinya seatnya udah full tinggal seat yang paling depan dan satu seat di deretan C yang mana itu adalah seat sisa para bucin yang sangat tidak memiliki rasa tenggang-asmara. Nonton diapit sama bucin kiri-kanan gak membuat gue gagal fokus, Joker jadi film pertama yang gue tonton sendiri, sekaligus film mental illness terbaik sejauh ini menurut gue.
Dimulai dari Arthur Fleck yang jadi bulan-bulanan remaja Gotham city dan dijadiin kambing hitam dari rusaknya papan properti kantor, awal yang buruk dari sebuah film drama psychologycal, disini kita dibawa ke dalam karakter yang berusaha sembuh dari mental illnessnya, tapi kelainan saraf yang bikin dia ga bisa kontrol tawanya bikin Arthur ga punya temen dan tambah down.
Dark side-nya dikemas apik, kita dibuat simpati sama Arthur Fleck yang punya beban hidup yang berat, dan tambah semakin berat sama keadaan, dan yang bisa kita lakuin cuman noton sambil mengasihani, that's psyco does, kita dipaksa jadi psikopat di sepanjang film ini, but overall gue suka sama filmnya yang punya premis anti-klimaks yang cukup rapih, give applause for Todd Phillips!
Secara semiotika, Todd Phillips selain pengen ngasih gambaran tentang asal-usul Joker dan gimana dia bisa jadi villain yang nyentrik, Todd juga seolah berusaha mencuri simpati dari para penonton untuk membenarkan segala sesuatu kejahatan yang dilakuin oleh karakter Joker di film, yang mana ini bahaya buat anak-anak, that's why this movie is not for kids, it's not super hero movie, it's drama psychologycal.
Tawa Arthur Fleck yang khas di film ini pun lebih bermakna desprate dan perasaan frustasinya. Coba bayangin apa jadinya kalo kita ketawa sama sesuatu tapi ga bisa berhenti, pas ngerasa sedih bukannya nangis malah ketawa, pas kesel bukannya marah tapi malah ketawa, dan itu yang dialami Arthur sejak dia masih kecil sampe umurnya sekitar 30 tahunan. Tentu penonton dibuat auto simpati sama karakter Joker di film ini, dan ga bisa ngapa-ngapain selain nonton.
Di sosmed, netizen rame ngebahas tentang film Joker ini, ada yang bikin fanart Joker, quotes-quotes dari Joker, sampe jadi fans dadakan dari karakter Joker. di saat mental illness jadi hot topic di beberapa thread Twitter dan akun-akun Instagram, film Joker dirasa pas untuk dijadiin referensi atas perasaan mental breakdown yang dialami beberapa netizen. Mereka seolah membenarkan dan support sama keputusan Joker untuk membunuh beberapa karakter lain yang dinilai ga adil secara subjektif. Tanpa sadar, pola pikir kita udah kayak Joker, mungkin abis nonton film ini di bioskop, kita butuh ke psikiater buat "selametin" diri kita dari bahaya dark side-nya Joker.
Atau kita cuma butuh BATMAN?
0 komentar
Please leave a comment ..