DIOBHAS
DIOBHAS
  • Home
  • About Me
  • Daily
  • Thought
  • Story

Portfolio

Salah satu permainan yang paling seru di series Alice in Borderland menurut gue adalah permainan Jack Hati, jadi di sana para pemain harus menebak simbol kartu yang ada di tengkuk leher mereka, ga boleh ngintip pake cermin atau alat bantu lainnya, satu-satunya cara adalah minta tolong orang lain buat ngasih tau simbol kartu kita, kalo kita salah nebak karena orang yang kita mintain tolong itu bohongin kita, alat yang terpasang di leher kita bakal meledak dan kita bakal mati, tapi permainan ga akan berakhir sebelum kita membunuh seorang Jack Hati yang diam-diam menyamar sebagai peserta di dalam game itu, mirip-mirip kayak permainan Werewolf.


Di penghujung game, orang-orang yang bikin kelompok besar terpecah belah karena mereka yang saling ga percaya satu sama lain dan menyisakan kelompok kecil yang isinya cuma dua orang dalam satu kelompok, yang pada akhirnya juga mereka saling ga percaya dan salah satunya menghianati temen sekelompoknya. Jadi, kenapa mereka bisa saling ga percaya padahal udah bersama-sama dari awal permainan? Bahkan diantara mereka ada yang membangun sebuah hubungan demi nilai kepercayaan, tapi kenapa endingnya malah masih aja susah buat dapetin kepercayaan? Jawabannya adalah kesetaraan.

Sebuah komunikasi kelompok atau bahkan hubungan antar-pribadi kalo ga dibarengi sama kesetaraan bakal tetep ada kesenjangan diantara orang yang terlibat, mulai dari dominasi, hingga muncul rasa saling curiga. Kita juga bakal ngerasa lebih secure ketika ngobrol, berkelompok, sampe menjalin hubungan sama orang yang kita anggep punya nilai kesetaraan yang sama dengan kita, mulai dari visi kehidupan, tingkat pendidikan, sampe kelas sosial.


Ngomongin tentang kesetaraan, gue sempet bahas juga sama temen gue soal kenapa cowok yang ditemenin dari nol sama ceweknya ketika cowoknya udah sukses eh malah si cowok selingkuh sama cewek yang lebih oke dari ceweknya. Di sini gue bukan mau ngebelain si cowok, tapi gue berusaha buat membedah fenomena ini secara logis.

Kita anggep aja si cowok ini memulai kehidupannya di Socio-Economic Status (SES) atau kelas C. Dia tumbuh dari keluarga yang sederhana, sekolah di tempat yang sederhana, dan tumbuh di lingkungan yang sederhana. Di saat itu dia jatuh cinta sama temen satu circle-nya yang sama-sama berasal dari kelas C, lalu mereka pacaran.

Selang beberapa tahun si cowok mulai pelan-pelan upgrade diri, punya kerjaan yang bagus, pendidikan yang oke, dan kelas sosialnya pun berubah dari kelas C ke kelas B. Sedangkan si cewek merasa bahwa dia ga perlu upgrade diri, dia merasa kesetiaannya akan dibalas setia juga sama pasangannya, hal ini dia yakini dari apa yang dia tonton di sinetron, kisah-kisah princess di film animasi, sampe nilai-nilai sosial masyarakat.

Pada realitanya, si cowok mulai ngerasa ga nyambung sama ceweknya, dan lebih nyambung ngobrol sama temen kantornya, ditahap ini kesetiaan cowok mulai diuji, sebagian bisa bertahan, sebagian lagi berpaling, salah si cowok? menurut gue ga juga, karena manusia itu tentative dan kedua orang itu udah ga setara lagi, bagusnya ketika si cowok mulai berusaha merubah keadaan menjadi lebih baik, si cewek jangan hanya jadi support system, tapi juga upgrade diri biar ketika si cowok sukses, si cewek juga masih nyambung buat diajak ngobrol.

Kita semua pasti pernah ngalamin hal yang kayak gini, kalo pun ga kepada pasangan, mungkin sama temen, atau kita pasti pernah suka sama orang dan beberapa tahun kemudian perasaan kita ilang, pas kita ketemu lagi sama orang itu, kita malah ngerasa "kok gue dulu bisa sesuka itu sama dia ya?" dan kita menertawakan diri sendiri.

Bisa jadi kita udah naik level melebihi orang yang kita sukai itu, atau bisa jadi kita yang udah ketinggalan ratusan kilo meter dari orang itu.




Well, ga kerasa kita udah berada di penghujung tahun 2022, perasaan baru kemaren kita ngerayain yang namanya tahun baru, ternyata udah mau tahun baru lagi aja, hahaha. Seperti biasa, setiap di penghujung tahun gue selalu merekap apa aja pencapaian gue dan apa aja yang sudah gue lalui selama satu tahun ke belakang.

Tentunya banyak yang terjadi selama satu tahun ini, project baru, pengalaman baru, kenalan sama orang baru, dan pencapaian-pencapaian baru. Rasanya tanpa melakukan hal apa pun dan cukup bertahan di dunia yang semakin gila ini aja udah termasuk sebuah pencapaian, hahaha.

Salah satu pencapaian gue di tahun ini adalah bisa menyelesaikan project 30 days writing challenge, yang mana gue menantang diri sendiri untuk menulis blog selama 30 hari. Awalnya project ini direncanakan selesai dalam waktu satu bulan di bulan Februari 2022, tapi apa daya, di tengah perjalanan banyak kendala dan kesibukan yang menguras energi dan pikiran yang pada akhirnya project ini selesai di bulan Desember 2022.

Walopun ga sesuai dengan rencana, sisi positifnya selama satu tahun ini gue udah nulis sebanyak 30 postingan blog, hal ini adalah sebuah improvement yang mana di tahun-tahun sebelumnya gue cuma bisa menulis sekitar 10 postingan blog aja per-tahun, hahaha.

Pencapaian berikutnya adalah gue yang menghandle beberapa project ilustrasi dan sempet jadi visual artist untuk campaign sebuah brand, yang mana hal itu ga pernah kepikiran sama gue sebelumnya. Dari sisi karya ilustrasi, ternyata gue udah improve jadi lebih baik dari karya gue yang dulu-dulu.

Berat badan gue di tahun ini juga naik cukup signifikan, sampe-sampe temen gue selalu bilang kalo gue abis disengat lebah, hahaha. Alhasil, gue mulai aktif lari sore dan mulai workout biar badan dan pipi ini tidak terlalu mengembang menyerupai ikan pesut.

Tahun ini lebih kayak wahana roller coaster, di mana ada fase naik, ada pula fase turunnya, yang bikin good mood dan yang bikin bad mood, kayaknya semua tahun bakal ada fase naik-turunnya ya? hahaha.

Di tahun ini juga gue dengerin lagu-lagu baru, nonton film-film baru, baca buku-buku baru, dan belajar hal-hal baru dari berbagai macam sudut perspektif. Makin dewasa kita malah ngerasa makin banyak ga taunya ya, makin sering buat intropeksi diri, dan makin mengenal diri sendiri. Secara personal juga, gue merasa kalo gue udah mulai males debat, atau males mengomentari hal-hal yang lagi tren, beda banget sama jaman dulu yang selalu kritis. 

Mungkin di tahun-tahun sebelumnya gue hidup mengalir tanpa teralu banyak tuntutan atau ekspektasi, gue ga terlalu menargetkan sebuah resolusi untuk dicapai, tapi untuk tahun depan, gue udah mulai menyusun resolusi-resolusi yang mau gue kejar di tahun depan, kayaknya kali ini gue harus sedikit berlari, ga jalan santai lagi.

Gue selalu punya tema untuk setiap tahunnya, tema gue untuk di tahun ini adalah "Semangat Baru" karena gue merasa di tahun 2022 adalah tahun penuh harapan dan semangat yang baru pasca pandemi di tahun-tahun sebelumnya, tapi untuk tahun 2023 tema gue adalah "Cahaya yang Lebih Besar".

Untuk mengakhiri postingan kali ini entah kenapa gue tiba-tiba inget sama ending dialognya BoJack Horseman, di mana si BoJack takut untuk melangkah ke step selanjutnya, tapi pria di belakangnya bilang "... it’s the way it is, you know? Everything must come to an end. The drip finally stops." 

“See you on the other side.”

“Oh, BoJack, no. There is no other side- this is it.”


Tulisan ini merupakan bagian dari 30 Days Writing Challenge, di mana gue menantang diri sendiri untuk menulis blog selama 30 hari.


Older Posts Home

ABOUT ME

Bastian Saputro, well known as Diobhas is an author, illustrator, and graphic designer from Indonesia who has more than 7 years track record in his field.

Copyright © DIOBHAS. Designed by OddThemes