"Cita-cita gue pengen punya pekerjaan yang gajinya 20 juta perminggu." Kurang lebih kayak gitu kalimat yang keluar dari mulut Ningsih dengan mata yang berapi-api. Ningsih ini adalah temen satu fakultas gue pas kuliah, dia tipikal cewek yang berusaha tangguh dan mandiri, punya cita-cita dengan penghasilan yang fantastis ngebuat gue salut sama mimpinya, mungkin dia adalah satu dari sekian banyak wanita yang mendambakan karir sebagai karyawan SCBD tower lantai sekian dengan hiruk pikuk ibu kota dan penampilan fancy sambil nenteng-nenteng tumblr Starbucks kemana-mana.
Gue yang waktu itu masih belom kepikiran buat mau kerja dimana cuman mangut-mangut.
Betapa berat beban para wanita yang menjadi korban "Emansipasi" ini, mereka jadi punya double standard yang dibentuk sama kehidupan sosial. Harus sekolah tinggi biar ga kalah sama cowok, harus punya karir yang bagus biar ga dipandang sebelah mata sama circle-nya, harus bisa mandiri, harus bisa mendidik anak, harus bisa masak, ga boleh cengeng, dan lainnya. Sampe kita semua lupa kalo mereka juga manusia.
Sebenernya awal mula terbentuk konsep emansipasi wanita ini karena jaman dulu wanita cuman dididik untuk bisa menjadi ibu rumah tangga yang baik, ga dibolehin sekolah tinggi-tinggi, ga dibolehin kerja, pokoknya kudu di rumah aja sambil belajar menjahit.
Di tengah ke-monotonan itu muncullah seorang wanita yang pikirannya terbuka soal bagaimana dunia memandang wanita waktu itu. Berbekal miniminya informan karena dia hanya surat-suratan sama temennya yang ada di Belanda, muncullah ide kenapa wanita di negeri ini ga kayak wanita di luar negeri yang bisa bebas sekolah, kerja, dan berkarir sama kayak para pria di luar sana.
Menurut opini gue pribadi, kita ga bisa nyamain apple-to-apple keadaan bangsa kita saat itu yang kental sama budaya ketimuran dan nilai-nilai islami dibanding dengan keadaan bangsa eropa yang pengaruh & budayanya beda 180 derajat sama Indonesia.
Disana pada waktu itu emang lagi maraknya isu-isu perbudakan, perbudakan ras kulit hitam sampe perbudakan wanita, dimana orang miskin akan dengan mudah diperdagangkan dan dipekerjakan secara tidak adil. Jalan pintas untuk keluar dari siklus perbudakan ya dengan pendidikan. Sampe akhirnya Abraham Lincoln menghapus perbudakan di Amerika dan diikuti dengan negara-negara lainnya.
Perbudakan emang udah ga ada, tapi prakteknya masih ada secara tersirat. Para lelaki disana bisa menikah dengan wanita pujaannya dan hidup bersama, laki-laki bekerja dan yang perempuan mengurus rumah tangga. Makin banyak bekerja membuat referensi si suami terhadap perempuan menambah, dia ngeliat sekretarisnya yang seksi sampe anak magang yang masih lajang. Sedangkan si isteri karena terlalu sibuk ngurusin urusan rumah tangga, jadi jarang tampil cantik dan cenderung apa adanya.
Beberapa bisa setia sama hubungannya, tapi sebagian besar terlibat perselingkuhan di tempat kerja. Si isteri yang tau suaminya selingkuh sama sekretarisnya yang lebih seksi cuman bisa makan ati berulam jantung. Mau marah tapi si suami yang jadi sumber pemasukan. Mau cerai, si isteri ga punya materi yang cukup buat hidup mandiri, mau kerja juga udah ga ada yang mau terima, daripada menggeladang yaudah terima aja.
Ngeliat siklus fenomena di atas, muncullah gerakan emansipasi yang bikin para wanita harus SETARA sama pria, biar si wanita bisa mandiri, punya materi, kalo cowoknya macem-macem, dia bisa langsung gugat cerai ke pengadilan tanpa takut ga bisa makan. Selain itu, penyetaraan dibutuhkan biar para cewek bisa secure, karena disana orang yang punya materi selalu dihargai.
Konsep penyetaraan gender ini menyebar luas ke Eropa dan salah satu orang disana yang menjadi sahabat pena dari Ibu emansipasi di negeri kita yang terkenal dengan buku "Habis Gelap Terbitlah Terang" yang merupakan kumpulan suratnya bersama sahabat pena-nya.
Dari sisi Islam, posisi wanita dan pria ga bisa setara. Wanita harus lebih di atas dari pria. Laki-laki harus mengembala ternak, berjualan di pasar, bekerja mencari nafkah. Tugas wanita cukup belajar dan mengajarkan ilmu ke anak-anak mereka. Ada banyak hadits yang menjelaskan posisi wanita yang lebih mulia terutama Ibu, tapi kita lagi ga ngomongin agama sekarang.
Intinya di saat para wanita di negeri barat dijadikan sebuah objek dan dipandang secara materil, para wanita di timur tengah sudah menjadi ibu dari para sultan. Sekularisasi yang membuat kita semua berpikir kalo wanita harus sama dengan pria, karena sekularisasi memandang segala sesuatu dari sisi materil.
***
Ga dipungkiri juga kalo kita sekarang hidup di zaman dengan bayang-bayang materi, orang lebih di hargai dan pendapatnya lebih didengerin kalo dia punya materi yang melimpah. Mau nikah aja kudu mikirin materi dulu kalo gamau akun instagram berubah jadi olshop dan jadi bahan ghibah di grup alumni.
Hukum juga serasa bisa jadi mainan, begitu banyak kita liat di media sosial cara aparat menertibkan pedagang kaki lima dengan cara yang kurang manusiawi, sedangkan para pebisnis yang jelas-jelas mengekspansi usahanya dengan merusak alam malah di ajak makan malam di hotel berbintang.
Di zaman sekarang juga semuanya adalah pilihan, kita bisa bebas milih mau jadi apa dan hidup seperti apa, ini semua ga luput dari peran media yang selalu mempertontonkan kesuksesan seseorang cuman dari satu sisi. Jadi wajar aja kalo ada wanita yang lebih ambisi untuk punya karir di perusahaan multi-internasional ketimbang menjadi ibu yang mengajarkan sebuah ilmu ke anak-anaknya, toh jadi ibu rumah tangga ga keren-keren amat kalo dimasukin ke feed Instagram.
Kalo gue pribadi, gue bersikap netral dan membebaskan isteri gue kelak untuk memilih jalan hidupnya, mau jadi wanita karir, artist, influencer, atau ibu rumah tangga. Asalkan itu memang pilihannya, yang jelas dia harus berkarya, ga perlu bikin karya untuk ngehasilin duit, karena itu tugas gue, cukup berkarya dari hati dan mewujudkan semua cita-citanya yang sempat pending selama dia masih tinggal sama orang tuanya. Soal urusan rumah tangga kita bisa diskusi dan bagi jobdesk, ditambah pekerjaan gue yang bisa work from anywhere ngebuat gue bisa lebih fleksibel menghabiskan lebih banyak waktu bersama keluarga.
Well, kayaknya kita udah berada di penghujung postingan, mungkin gue bakal tutup postingan ini dengan sebuah kalimat untuk para cewek:
Jadi cewek udah cukup berat, bebannya ga perlu ditambah-tambahin sama standard ganda "Emansipasi" yang kalian bikin sendiri.
0 komentar
Please leave a comment ..